Archive

Posts Tagged ‘Resensi’

Paul

Paul, adalah nama seekor anjing milik Tara kecil, diperankan oleh Mia Stallard (Blythe Danner memerankan Tara dewasa) yang dihantam meteorit di Woorcroft, Wyoming pada tahun 1942. Bukan, film ini bukan tentang seekor anjing yang berubah menjadi monster lantas memiliki kekuatan super seperti yang dialami Susan Murphy (Reese Witherspoon) dalam film Monsters vs Aliens (2009).

Ah, lagian si Ginormica juga bukan seekor anjing kok. 🙂

Penonton atau yang lebih spesifik disebut freak atau sejenis moviegoers mungkin saja berasumsi demikian, setidaknya budaya imajinatif tersebut juga diamini oleh sepasang kutu buku, Graeme Willy (Simon Pegg) & sahabatnya si Clive Gollings (Nick frost) pencipta komik (atau novel?) tentang makhluk hijau yang mempunyai tiga buah payudara. Ya, mereka adalah fanboy yang datang dari United Kingdom untuk melakukan tur yang dimulai dari tempat berkumpulnya para pencinta komik termasuk film yang diangkat dari komik beserta film-film yang berhaluan imajinatif lainnya, Star Wars (1977-2005) dan Lord of the Ring (2001-2003) contohnya, apalagi kalau bukan Comic-con.

Perjalanan keduanya di Amerika bukan hanya Comic-Con, seperti road movie gila-gilaan lainnya, mereka akan melintasi wilayah ekstrem, liar nan seru & Paul mengajak kita berburu lokasi berbau fiksi ilmiah. Yupz, Area 51!

Akan ada beberapa karakter lain yang hadir meramaikan film Paul selain dua pemain utamanya, ada duo bar lover, Adam Shadowchild, bapak-anak kristen tulen, agent Zoil dengan dua anak buahnya yang ceroboh, dan one of the “Big Guy” yang kegencet kaki pesawat diujung kisah. (Spoiler? Yes, absolutely!)

Pertanyaan pertama; Siapakah Brett Michael Jones itu?

Pertanyaan kedua; Apakah sebagian adegan dalam film ini mengingatkan anda pada film pendek buatan Pixar Animation Studio berjudul Lifted tahun rilis 2006 itu? Kalau ya, saya hendak mencampurnya dengan film Superman Returns (2006), tentu dalam versi yang agak vulgar, seperti E.T: The Extra-Terrestrial (1982) dan MIB (1997) yang bertemu dengan Superbad (2007).

Sayangnya, tak ada ladang jagung dan gandum disini, jadi kalian tidak akan menemukan Crop Cycle. Kecuali anda sedang mencari Sigourney Weaver. 🙂

Read more…

Transformers: Dark of the Moon 3D

July 2, 2011 2 comments

Saat kali pertama Transformers mengudara di tahun 2007 silam dengan perolehan uang sebesar $ 320 juta untuk wilayah Amerika saja, Michael Bay kembali membuat hiburan beroktan tinggi seperti style-nya yang selalu melekat disetiap karyanya, meledakkan sesuatu hingga berkeping-keping, kamera bergerak cepat, helicopter di senja hari, car case, plus sedikit sentuhan slow motion. Kali ini dia dititipi tanggung jawab untuk mempertemukan monster besi antara klan Autobots pimpinan Optimus prime dan klan Decepticon yang dinahkodai Megatron, tentu bukan untuk bermusyawarah untuk mufakat.

Disambut meriah oleh banyak penonton terutama remaja, Bay pun melanjutkan estafet lewat film Transformers: Revenge of the Fallen ditahun 2009 yang lalu dicerca habis-habisan oleh sebagain besar kritikus bahkan oleh pemainnya sendiri “Kami berusaha membesarkannya, itu yang terjadi pada sekuel dan akhirnya malah terlalu besar. filmnya tak bermakna, hubungan antar karakternya malah jadi kendor. Hanya tentang kelompok robot yang saling baku hantam” ucap Shia LaBeauf, pemeran karakter Sam Witwicky. Tapi Transformers: Revenge of the Fallen menghasilkan $ 402 juta! atau yang terlaris hingga hari ini.

Michael Bay lantas tidak menebus dosanya, dia malah memperluas cakupan pertempurannya dengan menutup seri ini dengan pertempuran gila baik horizontal maupun vertikal “Akan ada adegan laga yang keren di film ini, juga konspirasi yang menarik. Akan lebih serius, aku menghilangkan komedi konyolnya. Kami memang mempunyai 2 karakter kecil, tapi tidak akan konyol, kujamin.” Teriak Bay semangat, begitu pula dengan Shia yang menaikkan taruhannya dengan mengatakan “Saat menyaksikan film kedua, aku kurang sreg dengan apa yang kita kerjakan, tak ada jiwanya. Maka kali ini akan lebih banyak kematian, mereka memang mengincar manusia. Ini akan menjadi film action terheboh! Jika tidak, artinya kami gagal.” Sayangnya, kalimat terkahir menjadi kenyataan. Read more…

Super 8

Merahasiakan sesuatu kepada orang lain atau publik, terutama bila yang dirahasiakan itu berbentuk fisik, mungkin akan memerlukan peralatan yang bisa menyembunyikan benda rahasia yang ingin dirahasiakan, apalagi jika tingkat kerahasiaannya memang sangat penting seperti menyembunyikan barang terlarang, menyembunyikan hewan yang dilindungi, menyembunyikan bahan peledak dan bisa pula menyembunyikan film bokep di bawah kasur biar gak ketahuan orang tua.

Termasuk pula bila barang yang bersifat tidak ingin diketahui masyarakat umum tersebut musti segera dipindahkan, maka proses pemindahan fasilitas rahasia milik negara seheboh Amerika yang sangat rahasia karena tempat lama yang digunakan sudah tidak produktif atau sudah bocor ke media dan diketahui masyarakat ini tidaklah mudah, tentu pemindahan seluruh fasilitas baik dari yang remeh-temeh seperti meja, komputer, brangkas, dan lemari hingga yang bersifat penting seperti data dan barang super rahasia yang selalu ditutup-tutupi atau disangkal oleh pemerintah ini memerlukan alat transportasi.

Menggunakan pesawat terbang mungkin dinilai terlalu mencolok mata, konvoi kendaran berlapis baja pun malah akan mengundang opini dan spekulasi-spekulasi liar, apalagi menggunakan fasilitas perahu, yang ini sangat lemot sekali selain risiko tenggelam juga. Maka mungkin opsi terakhir yakni lewat jalur kereta api-lah yang dipilih.

Pemilihan angkutan kereta bukan tanpa alasan, transportasi jenis ini lebih aman karena luput dari kecurigaan masyarakat selain jalurnya yang memang sering melewati hutan dan pedesaan alias jalur sepi dan jauh dari keramaian. Namun, seperti yang sering terjadi di negara kita Indonesia dengan segudang pertanyaan yang seharusnya jadi pertimbangan, bagaimana kalau keretanya anjlok atau keluar rel atau terjadi kecelakaan tiba-tiba ditengah hutan? keteledoran masinis seperti yang menimpa film Unstoppable (2010) dengan bintang Denzel Washington dan Chris Pine juga bisa jadi masalah besar. Pertimbangan terakhir jelas menjadi musebab film ini bergulir yang ditampilkan lumayan berlebihan atau lebay (mengutip dari kata-kata galau anak muda jaman sekarang) oleh Steven Spielberg, selaku produser film ini.

Kecelakaan yang dimaksud bukan terjadi secara tiba-tiba, tetapi disengaja oleh orang misterius dengan menghantamkan diri menggunakan mobil jenis pick-up dan…kabooommm. Kebetulan saat kecelakaan terjadi, ditempat kejadian perkara (TKP) sedang berlangsung syuting untuk adegan perpisahan ala film Ada Apa Dengan Cinta (2002), sebuah film indie bertema Zombie dengan campuran genre romance. Read more…

X-Men: First Class

Manusia, sejak lahir dengan segala keterbatasannya, menuju aqil baligh hingga menuju ke frase kedewasaan secara implisit menimbulkan rasa memiliki kebutuhan (atau bisa jadi adalah keinginan) untuk diakui dan diterima. Penerimaan ini baik diterima oleh keluarganya, kerabat dan bahkan masyarakat secara umum adalah proses alamiah sebagai bagian dari pengakuan eksistensi dirinya. “Keberadaan manusia adalah keberadaan bersama.” kata Heidegger.

Penerimaan masyarakat atau kelompok bisa jadi berbeda dan memiliki dualisme, pertama adalah masyarakat menerima perbedaan secara apa adanya, dan yang kedua adalah masyarakat menerima berdasarkan kesamaan. Persepsi yang kedua inilah yang kemudian mengkotak-kotakkan bahkan sampai pengucilan terhadap makhluk tuhan yang dalam kitab suci secara tegas menyatakan bahwa mereka dimata tuhan itu sama.

Mungkin itu dapat dimengerti mengingat keinginan untuk diterima ini, meminjam simpulan teori kekosongan dari Rollo May yang menyebutkan: Kesendirian ditakuti bukan karena kesendiriannya, melainkan karena dengan itu maka individu itu akan kehilangan diri dan keberadaannya. Pengakuan akan eksistensi manusia yang terlahir berbeda atau abnormal inilah yang selalu menjadi tema besar yang membayangi di setiap seri film X-Men, tak terkecuali dengan film terbaru garapan sutradara yang menanjak populer lewat Kick Ass (2010), Matthew Vaughn berjudul X-Men: First Class ini.

Sebuah fiksi yang mengajak penonton untuk membaca ulang sejarah terbentuknya kelompok mutan yang berisikan manusia-manusia dengan kekuatan dan kelebihan yang unik nan aneh bersetting 1962, atau menjelang perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Jauh sebelum Charles Xavier plontos duduk di kursi roda dan begitu pula dengan sahabatnya, Erik Lehnsherr sebelum menjadi main villain dengan alter-ego mahsyur bernama Magneto.

Memdalami film ini secara garis besar membuat penonton otomatis diarahkan untuk bersentuhan dengan kisah laku hidup karakter Raven, Erik Lehnsherr, Hank McCoy, dan tentu saja Prof. Charles Xavier. Erik muda berkabung sekaligus memendam dendam kesumat terhadap kisah masa lalunya yang kelam dan kejam saat bersinggungan dengan dunia kamp konsentrasi Nazi di Polandia, terutama saat orang dia sayangi tercerabut dari akar hanya karena dia tidak mampu mengeluarkan potensinya untuk mengangkat sebuah koin di depan seorang jenderal Nazi. Read more…

Kung Fu Panda 2

“Poo belajar menguasai inner peace, atau yang lebih intens lagi, berdamai dengan masa lalu yang pahit. Skadoosh!”

Salah satu film kartun yang paling ingin saya tonton di bioskop 3D tahun ini adalah Kung Fu Panda 2 atau yang beberapa bulan sebelumnya berjudul panjang Kung Fu Panda 2 : The Kaboom of Doom, selain film Rio milik Blue Sky Studio, Cars 2 punyaannya Pixar Animations Studio plus Adventure of Tintin-nya om Steven Spielberg & Peter Jackson di bulan Desember nanti.

Namun sial, studio-studio besar MPAA udah kadung memboikot film-film mereka untuk peredaran di negara kita, Indonesia sejak akhir februari lalu, pupus sudah acara ritual nyambangi gedung bioskop bertata suara Dolby Digital 7.1 itu untuk nonton bareng kerabat-kerabat dekat.

Meski terpaksa, namun jalan keluar paling praktis pun dijabani, apalagi kalo bukan lebih mendekatkan diri kepada dunia maya. Dengan catatan, saya nggak mendownload film itu sendiri lho, saya hanya copas di warnet mengingat saya mulai khawatir dengan berita yang menyatakan: pengunduh film ilegal di internet digugat oleh studio pemilik film.

Kebayang bukan kalo saya musti ribet berurusan dengan pihak berwajib hanya gara-gara pemerintah menyetop keran film Hollywood ke negara kita.

Mari kita bahas filmnya lebih lanjut, film yang saya tonton tadi malem adalah Kung Fu Panda 2 seperti judul postingan kali ini dan absolutely yes, filmnya sangat lucu sekali dan di beberapa adegan berhasil membuat saya tertawa lepas. Durasi yang begitu pendek (90 menit) untuk ukuran film bioskop berbiaya 150 juta dollar membuat pesan yang di jejalkan ke benak penontonnya menjadi serba terburu-buru, sejak awal kita sudah diingatkan tentang ancaman punahnya aliran kungfu oleh seorang penjahat labil berwujud burung merak namun berbulu besi berwarna putih. Karakter main villain bernama Pangeran Shen ini diisisuarakan oleh Gary Oldman, si komisaris Gordon dalam film Batman Begins (2005), The Dark Knight (2008) dan The Dark Knight Rises (2012). Read more…

Tangled 3D

March 20, 2011 Leave a comment

Disney dan sepenggal kisah happily ever after

Setelah di tahun 2009 kita bertemu animasi 2D The Prince and The Frog, tahun 2010 kemaren Disney menelurkan fairy tale lain yakni Tangled atau Rapunzel, dongeng tentang seorang putri berambut sangat puanjang yang tinggal disebuah menara, pria tampan buronan kerajaan dan setangkai bunga ajaib yang mengubah segalanya.

Selain tampil dengan tingkat rendering yang super halus dan menyejukkan mata, visualisasi-nya pun dibuat lembut dan bercahaya, hal sama yang kita dapatkan saat menyaksikan karya Disney untuk film animasi komputer sebelumnya yang berjudul Bolt (2008). Poin positif itu juga tak lepas dari bergabungnya John Lasetter dalam divisi animasi di tubuh Disney untuk membangkitkan kembali raksasa animasi berciri khas karakter Mickey Mouse dan kastil ini. John Lasetter pun bukan orang sembarangan, dia adalah pendiri Pixar Animation Studio, pioneer animasi CGI dan selalu menghasilkan sebuah kualitas cerita dan olahan – olahan gambar yang mencengangkan.

Read more…

Film Salt, Evelyn Salt

October 28, 2010 Leave a comment

Barangkali susah memang mencari aktris yang tangguh dan mematikan selain Angelina Jolie, saya hanya berhasil menyebut satu nama lagi yakni Milla Jovovich dari serial adaptasi game laris, Resident Evil. Jolie, wanita tomboi yang mampu membekuk 10 begundal tengik sekaligus, dia memiliki hormon yang banyak dan disana (lagi-lagi) dia bisa menang telak. Salt berlari seperti Jason Bourne a.ka David Webb saat menuju ending cerita film Bourne Ultimatum (2007), mimik wajahnya multitafsir tentang kepada siapa dia berpihak meski ada saatnya kita juga tau apa yang dia rasakan sewaktu melihat dengan mata kepala sendiri sang suami wafat ditembak. Katalog filmografi Jolie tampak sudah lazim memainkan peran keras seperti Lara Croft : Tom Raider (2001), Mr. And Mrs. Smith (2005), dan Wanted (2008), kini Salt (2010) dengan lingkup genre yang bertema kontra intelejen dan double agent yang serba misterius dan mencekam membuatnya tampil manis dan meyakinkan meski bernama Salt “garam”. Dalam bayangan saya Tom Cruise pasti sedang duduk kecewa sambil terus mengunyah popcorn yang dibelinya di loby saat nonton film ini di bioskop, dia menolak memerankan Salt dan lebih memilih Knight And Day (2010) yang super tidak serius dan jeblok dipasaran itu.

Menarik sekali menelusuri dunia per-intelejen-an dan siapa yang tau jika ternyata teman akrab serta orang yang kita sayangi adalah seorang spy agent? Saya memandang Phillip Noyce berhasil menyuguhkan tensi Salt kejenjang yang lebih baik, meski dalam beberapa scene terlihat tidak wajar dan menghina akal sehat, namun Salt pantas disejajarkan dengan serial Bourne dan James Bond versi Daniel Craig dengan Casino Royal-nya (2006), taktik ending yang memunculkan twist dan menyisakan misteri tentang siapa sebenarnya Salt, benak penonton serentak akan berguman dan merengek satu kata yakni sebuah sekuel atau lanjutan.

M. Night Shyamalan kembali menuai bencana lewat film The Last Airbender

October 28, 2010 Leave a comment

Reputasi sineas keturunan India, M. Night Shyamalan di pertaruhkan lewat film yang diangkat dari serial laris Neckoldeon ciptaan Micahel Dante DiMartino dan Bryan Konietzko, bertahun-tahun setelah The Sixth Sense (1999) yang mengejutkan itu. Bagi yang telah mengikuti karyanya sejak awal, trend penurunan kualitas dari tahun ke tahun membuat kisah tentang kerajaan bumi, negara api, suku air, dan pengembara angin ini berada di ujung tanduk, jadi menurunkan ekspektasi adalah perbuatan bijak untuk lebih menikmati film ini. Kata Avatar sengaja dihilangkan karena sudah lebih dahulu dipakai oleh James Cameron, dirilis di AS tanggal 1 Juli lalu namun kita di Indonesia baru dapat jatah rilis tanggal 4 Agustus 2010, bau busuk penundaan jadwal rilis adaptasi serial TV favorit saya ini akhirnya tercium juga.

Dua teknologi mutakhir diboyong secara gegabah oleh Shyamalan untuk memberi kesan betapa ambisiusnya proyek ini, CGI disatu sisi dan 3-D disisi lainnya. Namun visualisasi keduanya berakhir buruk, meng-convert film 2-D menjadi sajian 3-D adalah bumerang yang akan menyiksa indra penglihatan penonton seperti halnya Clash Of The Titans (2010) dan Alice In Wonderland (2010) tempo hari. Beberapa scene hasil CGI olahan Industrial Light and Magic (ILM) terkesan tidak nyata terutama saat bersentuhan dengan air yang terlihat tidak membasahi dan api yang kurang membakar. Selain mengangkut sekarung special effect dan banjir slow-motion yang lebih dulu dipopulerkan oleh Wachownsky bersaudara (The Matrix-1999), Shyamalan juga membuat karakternya berkulit putih, bukan saja tidak bisa berakting dengan baik, pemilihannya sangat keliru karena bagaimanapun serial Avatar bersetting di Asia.

Star Trek

Reboot franchise film legendaris yang patut anda koleksi

Dekade milenium ini, diantara sekian banyak banyak pembuatan ulang film – film yang di mahsyur di zamannya dengan berbagai alasan dan tujuan, setidaknya melahirkan dua judul fantastis yang dibuat dengan sepenuh hati oleh sineas dan team teknisnya. Batman Begins bikinan sutradara mind blowing, Christopher Nolan di tahun 2005 yang juga sukses menelurkan sekuel di tahun 2008 dengan hasil melebihi ekspektasi siapapun baik secara kualitas isi maupun raihan box office, yang kedua adalah petualangan teranyar agent rahasia bersandi 007, James Bond dalam film bertajuk Casino Royale di tahun 2006 silam.

Namun jika anda hanya meyakini dua judul diatas sebagai proyek reboot terbaik dekade ini, maka JJ Abrams datang dengan pesawat USS Enterprise milik Star Wars sebagai list wajib tonton terutama bagi anda yang menggemari kisah fiksi ilmiah atau malah anda adalah seorang trekkie sejati. Bila Batman Begins datang dengan kesan yang lebih gelap, kusam dan muram, sedangkan Casino Royale lebih beringas layaknya sepersaudaraan dengan Jason Bourne, maka para awak USS Enterprise di buat lebih lovable selain visualisasi efek ruang angkasa yang makin real atas jasa team special effect

Read more…